Tips Hiking bagi Pendaki FOMO dan Pendaki Pemula: Jangan Asal Naik Gunung!

Tips Hiking bagi Pendaki FOMO dan Pendaki Pemula: Jangan Asal Naik Gunung!

Oleh : Muhammad Taufiq Ulinuha (Ketua Bidang Data dan Informasi LRB-MDMC PWM Jawa Tengah; Instruktur SAR Muhammadiyah)

PWMJATENG.COM – Beberapa tahun terakhir, tren mendaki gunung kembali naik daun. Media sosial penuh dengan unggahan panorama puncak, awan menggumpal, sunrise memesona, hingga tenda-tenda warna-warni yang memanjakan mata. Tak heran, banyak orang tergoda untuk ikut mendaki demi sekadar merasakan sensasi yang sama. Fenomena ini melahirkan dua kelompok pendaki yang cukup khas: pendaki pemula dan pendaki FOMO (fear of missing out).

Pendaki pemula biasanya baru mulai mengenal aktivitas mendaki sebagai bagian dari eksplorasi diri atau olahraga. Sementara itu, pendaki FOMO lebih dipicu dorongan tren dan keinginan untuk tidak tertinggal dalam hal gaya hidup. Keduanya sama-sama memiliki semangat tinggi, namun kadang belum dibekali pengetahuan dan persiapan yang matang. Akibatnya, perjalanan yang seharusnya menyenangkan justru berisiko menimbulkan masalah, baik bagi diri sendiri maupun bagi lingkungan.

Agar aktivitas mendaki tetap aman, menyenangkan, dan bertanggung jawab, berikut adalah beberapa tips penting yang wajib diketahui oleh pendaki FOMO dan pendaki pemula:

1. Kenali Gunung yang Akan Didaki

Sebelum memutuskan naik gunung, pastikan Anda sudah mencari informasi lengkap tentang medan, jalur pendakian, cuaca, dan peraturan setempat. Jangan hanya mengandalkan konten media sosial yang kadang menampilkan sisi indah tanpa memperlihatkan risiko di baliknya. Gunung bukan tempat wisata biasa. Setiap jalur memiliki tingkat kesulitan berbeda, dan tidak semua gunung cocok untuk pemula.

Jika Anda baru memulai, disarankan memilih gunung-gunung dengan jalur pendek dan infrastruktur yang memadai, seperti Gunung Prau, Gunung Andong, atau Gunung Papandayan. Hindari mendaki gunung-gunung tinggi dan ekstrem seperti Semeru atau Rinjani tanpa pendampingan dan latihan fisik yang cukup.

2. Latihan Fisik Sebelum Mendaki

Jangan meremehkan pentingnya kondisi fisik. Pendakian memerlukan stamina, kekuatan otot, dan daya tahan tubuh. Bagi pendaki pemula maupun FOMO, latihan fisik bisa dimulai dengan jogging, naik turun tangga, atau berenang. Tujuannya adalah melatih pernapasan dan kekuatan kaki.

Baca juga, Rebranding Amal Usaha Muhammadiyah di Era Digital: Saatnya Bertransformasi dengan Teknologi

Menurut beberapa instruktur outdoor, minimal dua minggu sebelum pendakian, sebaiknya Anda rutin berolahraga ringan selama 30 menit hingga satu jam setiap hari. Ini akan sangat membantu saat menghadapi tanjakan terjal dan cuaca yang tidak menentu di gunung.

3. Siapkan Peralatan Standar Mendaki

Mendaki bukan hanya soal tenda dan ransel. Ada standar perlengkapan yang wajib dibawa untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan. Beberapa peralatan penting di antaranya adalah: jaket gunung, matras, sleeping bag, jas hujan, senter atau headlamp, sepatu trekking, dan kotak P3K.

Jangan hanya fokus pada outfit yang Instagramable. Memakai sneakers tipis atau jaket fashion bisa berbahaya ketika menghadapi hujan, suhu dingin ekstrem, atau medan licin. Pilihlah perlengkapan yang tahan cuaca, ringan, namun tetap melindungi tubuh secara maksimal.

4. Bawa Logistik Secukupnya dan Jangan Buang Sampah Sembarangan

Logistik adalah kunci kelangsungan pendakian. Hitung dengan cermat kebutuhan makanan dan minuman selama perjalanan. Bawa makanan tinggi kalori seperti roti, cokelat, dan kacang-kacangan. Pastikan juga membawa air yang cukup atau alat penjernih air jika memungkinkan.

Selain itu, jadilah pendaki yang bertanggung jawab. Jangan meninggalkan sampah di gunung. Bawa trash bag sendiri dan pastikan semua sampah Anda turun kembali bersama Anda. Fenomena “hiking untuk konten” sering kali berakhir dengan meninggalkan jejak sampah yang mencemari alam.

5. Jangan Malu Bertanya dan Ikut Open Trip Jika Belum Percaya Diri

Bagi pendaki pemula, mengikuti open trip atau mendaki bersama komunitas bisa menjadi pilihan bijak. Anda tidak hanya mendapat teman baru, tetapi juga bisa belajar banyak dari pendaki berpengalaman. Jangan malu bertanya soal teknik packing, manajemen waktu, atau cara menghadapi hipotermia.

Sikap rendah hati lebih penting daripada sok tahu. Gunung tidak pernah mengampuni kecerobohan. Dengan bergabung bersama pendaki lain, Anda juga akan belajar membangun kekompakan dan solidaritas, yang menjadi nilai penting dalam kegiatan outdoor.

6. Kendalikan Hasrat Pamer di Media Sosial

Tidak ada yang salah dengan membagikan pengalaman mendaki di media sosial. Namun, jangan sampai kegiatan mendaki hanya menjadi ajang pencitraan. Pendakian bukan sekadar mengejar foto sempurna, melainkan proses menyatu dengan alam, menantang diri sendiri, dan belajar banyak hal tentang hidup.

Bagi pendaki FOMO, penting untuk menyadari bahwa puncak bukanlah segalanya. Kadang, perjalanan yang tertunda karena cuaca buruk atau tubuh yang tak kuat justru menjadi pelajaran paling berharga. Jangan memaksakan diri demi gengsi.

7. Prioritaskan Keselamatan, Bukan Ego

Setiap pendaki harus sadar bahwa keselamatan adalah hukum tertinggi. Jika kondisi tidak memungkinkan—baik dari segi cuaca, fisik, maupun peralatan—lebih baik mengurungkan niat atau turun lebih awal. Banyak insiden pendakian yang berawal dari sikap nekat.

Bagi pendaki pemula, jangan malu untuk mundur. Dan bagi pendaki FOMO, sadarilah bahwa naik gunung bukan perlombaan popularitas. Yang penting bukan siapa yang lebih cepat sampai puncak, tetapi siapa yang bisa kembali pulang dengan selamat dan membawa pengalaman berharga.


Ikhtisar

Menjadi pendaki yang bertanggung jawab bukan soal berapa banyak gunung yang telah didaki, melainkan seberapa besar kepedulian Anda terhadap keselamatan diri dan kelestarian alam. Baik pendaki pemula maupun FOMO, mari belajar bersama untuk menjadikan aktivitas hiking sebagai bagian dari gaya hidup yang sehat, bijak, dan beretika.

Gunung akan selalu ada. Namun kesempatan hidup yang kedua, belum tentu. Maka dari itu, nikmati alam dengan penuh kesadaran, bukan sekadar demi eksistensi.

Editor : Afifatul Khoirunnisa

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *