
Semarang – Banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra Utara sejak 24 November memaksa sedikitnya 2.851 warga di empat kabupaten dan kota mengungsi. Warga menyebut peristiwa dengan skala seperti ini tidak pernah mereka alami dalam puluhan tahun terakhir. Hingga kini, 19 orang tercatat meninggal di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai angka tersebut masih dapat bertambah karena proses evakuasi masih berlangsung.
BNPB menjelaskan bahwa bencana ini dipicu Siklon Tropis KOTO di Laut Sulu serta bibit Siklon 95B yang berada di Selat Malaka. Dua sistem cuaca tersebut memicu hujan lebat dan angin kencang yang menyapu Sumatra Utara. Di tengah kekacauan itu, sekitar 50 warga terjebak di kawasan hutan Hutanabolon, Kecamatan Tukka, Tapanuli Tengah. Seorang kerabat mengisahkan kepada BBC News Indonesia bahwa mereka berlindung ke hutan sejak air tiba-tiba naik dan menutup akses permukiman.
Gangguan jaringan telekomunikasi memperburuk keadaan. Sejak Selasa (25/11), empat wilayah terdampak mengalami putus total akses komunikasi. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat kemudian menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari, mengingat curah hujan ekstrem masih berpotensi terjadi.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa bibit siklon tropis 95B yang terdeteksi sejak 21 November telah mendorong hujan deras dalam sepekan terakhir. Ia menuturkan bahwa wilayah terdampak bukan hanya Aceh dan Sumatera Utara, tetapi juga Sumatera Barat. “Bibit siklon tropis 95B memicu pertemuan arus angin dan massa udara di Sumatera Barat, ditambah kondisi Indeks Ocean Dipole bernilai negatif,” ujarnya kepada wartawan pada Kamis (27/11/2025).
Baca juga, Banjir dan Longsor Terjang Jawa Tengah, Muhammadiyah Jateng Serukan Penggalangan Donasi
Menurutnya, suplai uap air yang tinggi menciptakan atmosfer labil dan memicu pertumbuhan awan hujan tebal. Ia mengatakan hujan intensitas tinggi dengan durasi panjang tidak terhindarkan. BMKG juga mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem di Sumbar untuk 26—28 November. Warga di Pasaman Barat, Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman, Padang Panjang, Pariaman, Padang, dan Pesisir Selatan diminta tetap siaga terhadap hujan sangat lebat, kilat, dan angin kencang.
BPBD Sumbar mencatat sedikitnya 13 daerah terdampak, termasuk Padang Pariaman, Kota Padang, Tanah Datar, Agam, Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kota Pariaman, Pasaman Barat, Bukittinggi, Kota Solok, Padang Panjang, Limapuluh Kota, dan Pasaman. Juru bicara BPBD Sumbar, Ilham Wahab, mengatakan bahwa kerugian sementara mencapai Rp4,9 miliar dan masih dapat berubah karena petugas masih melakukan pendataan.
Sementara itu, Aceh juga menghadapi banjir di sembilan kabupaten dan kota akibat hujan tinggi berhari-hari. Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) melaporkan banjir terjadi di Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Singkil, Aceh Utara, dan Aceh Selatan. Akses listrik serta internet di Kota Langsa terputus total. “Listrik dan internet padam. Tiga tower tumbang dan masih dalam perbaikan,” kata petugas piket Pusdalops BPBA, Fauzan, pada Kamis (27/11/2025). Ia belum bisa memastikan kapan layanan kembali normal.
Dalam laporan tertulis, BPBA menjelaskan bahwa banjir mulai melanda Aceh sejak 18 November. Hingga 26 November, 14.235 kepala keluarga atau 46.893 jiwa terdampak, dengan 455 kepala keluarga—setara 1.497 jiwa—mengungsi. Di Langsa, 110 rumah warga Desa Paya Bujok Seulemak terendam air kiriman dari lahan perkebunan kelapa sawit PTPN 1 Langsa. Pada saat laporan dirilis, ketinggian air masih 20–40 sentimeter.
Banjir yang disertai longsor juga dilaporkan terjadi di sejumlah kecamatan lain, yaitu Langsa Barat, Langsa Kota, Langsa Lama, dan Langsa Timur. Pelaksana tugas Kepala Pelaksana BPBA, Fadmi Ridwan, menyampaikan bahwa sembilan kabupaten dan kota sudah menetapkan status darurat bencana hidrometeorologi. Ia menjelaskan penetapan itu dilakukan masing-masing kepala daerah berdasarkan kondisi lapangan yang terus berkembang.
