
Semarang – Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya sumber daya alam, tetapi juga rawan bencana. Salah satu yang paling sering terjadi adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, dan kekeringan. Bencana-bencana ini kerap datang tanpa peringatan dan menimbulkan kerugian besar, baik materi maupun korban jiwa. Karena itu, melatih kesiapsiagaan sejak dini, terutama bagi siswa di lingkungan sekolah, menjadi langkah penting untuk membangun masyarakat yang tangguh terhadap bencana.
Sekolah memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan kesadaran anak-anak terhadap lingkungan. Kesiapsiagaan terhadap bencana bukan sekadar pengetahuan tambahan, tetapi bagian dari pendidikan karakter dan pembiasaan perilaku tanggap darurat. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pendidikan kebencanaan di sekolah dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap keselamatan diri sendiri serta orang lain.
Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan sekolah adalah mengenalkan jenis-jenis bencana hidrometeorologi yang berpotensi terjadi di wilayahnya. Misalnya, sekolah di daerah pesisir harus memahami risiko banjir rob dan angin kencang, sementara sekolah di wilayah perbukitan perlu waspada terhadap tanah longsor. Pengetahuan dasar ini penting agar siswa dapat mengenali tanda-tanda alam dan memahami langkah-langkah pencegahan sejak dini.
Lebih dari itu, pelatihan simulasi bencana di sekolah menjadi kegiatan yang efektif untuk membangun kesiapsiagaan. Kegiatan semacam ini tidak hanya menanamkan keterampilan praktis seperti cara evakuasi yang aman, tetapi juga mengasah kemampuan siswa dalam berpikir cepat dan bertindak tepat saat situasi darurat terjadi. Simulasi yang dilakukan secara rutin dapat menciptakan kebiasaan positif dan menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif di antara siswa, guru, dan tenaga kependidikan.
Guru pun memegang peran penting dalam menanamkan nilai kesiapsiagaan. Melalui pendekatan tematik dalam mata pelajaran seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Pendidikan Pancasila, guru bisa mengintegrasikan materi kebencanaan ke dalam pembelajaran sehari-hari. Misalnya, membahas siklus air yang berhubungan dengan curah hujan ekstrem atau menanamkan nilai gotong royong ketika menghadapi situasi darurat. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga memahami relevansinya dalam kehidupan nyata.
Baca juga, Tips Jaga Kesehatan Saat Musim Penghujan Tiba: Hindari Penyakit dengan Langkah Sederhana
Selain peran sekolah, kolaborasi dengan lembaga seperti MDMC, KOKAM Pemuda Muhammadiyah, ataupun LLHPB juga penting. Melalui kerja sama tersebut, siswa bisa mendapatkan pelatihan langsung dari para ahli tentang cara menghadapi bencana, pertolongan pertama, hingga penggunaan alat sederhana untuk mitigasi risiko. Kegiatan seperti ini tidak hanya memperluas wawasan siswa, tetapi juga memperkuat kepercayaan diri mereka dalam menghadapi kondisi krisis.
Teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Aplikasi cuaca, sistem peringatan dini, dan media sosial dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarkan informasi cepat dan akurat. Siswa perlu diajarkan cara memanfaatkan teknologi ini dengan bijak agar tidak mudah panik atau termakan berita hoaks saat bencana terjadi. Literasi digital yang baik akan membantu mereka memilah informasi dan mengambil keputusan yang tepat.
Namun, membangun kesiapsiagaan tidak hanya soal latihan teknis, tetapi juga pembentukan sikap mental. Anak-anak perlu diajarkan pentingnya ketenangan, kepedulian, dan solidaritas sosial. Sikap saling membantu dan empati menjadi nilai penting yang harus ditanamkan sejak dini. Saat bencana terjadi, kemampuan untuk tetap tenang dan membantu orang lain bisa menyelamatkan banyak jiwa.
Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan kebencanaan di sekolah juga sejalan dengan upaya mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin tentang pendidikan bermutu dan penanganan perubahan iklim. Dengan menanamkan kesadaran lingkungan dan tanggap bencana, siswa tidak hanya menjadi individu yang siap menghadapi ancaman alam, tetapi juga agen perubahan untuk masyarakatnya.
Oleh karena itu, melatih kesiapsiagaan siswa menghadapi bencana hidrometeorologi bukan sekadar kegiatan tambahan, melainkan bagian dari investasi jangka panjang untuk keselamatan bangsa. Sekolah yang siap bencana adalah sekolah yang menyiapkan generasi tangguh—mereka yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bijak menghadapi alam dan peduli terhadap sesama. Dengan langkah-langkah kecil yang konsisten, kesiapsiagaan bisa menjadi budaya bersama yang menyelamatkan banyak nyawa di masa depan.
