
PWMJATENG.COM – Musim kemarau di Indonesia hampir selalu datang dengan dua tantangan utama: kesehatan yang rentan akibat cuaca panas dan ketersediaan air bersih yang menyusut. BMKG pada 2025 menegaskan bahwa puncak kemarau umumnya terjadi pada Juli–Agustus, meski pola hujan lokal masih bisa muncul di beberapa wilayah. Artinya, adaptasi warga perlu menyeimbangkan upaya menjaga kesehatan sekaligus efisiensi penggunaan air di rumah.
Di sisi kesehatan, badan-badan internasional seperti WHO dan CDC mengingatkan bahwa suhu tinggi meningkatkan risiko dehidrasi, kram panas, kelelahan panas, bahkan heat stroke—terutama pada anak, lansia, ibu hamil, dan pekerja luar ruang. Kementerian Kesehatan RI juga menyarankan kebiasaan sederhana: cukup minum, hindari paparan matahari langsung, dan kenali gejala awal.
Berikut kiat praktis yang bisa diterapkan di rumah, di tempat kerja, dan di lingkungan sekitar.
1) Penuhi cairan tubuh secara disiplin
Minum air secara berkala, jangan menunggu haus. WHO menyarankan minum rutin sepanjang hari; CDC mengingatkan untuk memantau warna urin: bening–kuning muda adalah indikator hidrasi yang baik. Batasi alkohol dan kafein berlebihan. Pada aktivitas berat di panas terik, minum dalam interval pendek lebih efektif ketimbang sekaligus banyak.
2) Kenali gejala bahaya panas
Segera cari tempat sejuk ketika muncul pusing, mual, keringat berlebih, lemah, atau kram. Jika gejala berat—kebingungan, kulit panas kering, napas cepat—itu darurat medis. Simpan nomor fasilitas kesehatan terdekat dan jangan tunda pertolongan.
3) Ciptakan mikroklimat yang lebih sejuk
Gunakan pakaian longgar dan terang, tirai atau peneduh jendela, dan kipas angin. Mandi air sejuk, kompres basah di leher/ketiak/lipat paha membantu menurunkan suhu tubuh. Pastikan ventilasi baik, dan bila ada AC, atur suhu secukupnya agar hemat energi.
4) Atur jadwal dan intensitas kerja luar ruang
Metode work–rest cycle penting untuk pekerja lapangan: kurangi beban kerja di tengah hari, tambah waktu istirahat dan akses ke air minum serta tempat berteduh. Lembaga kesehatan kerja dan keselamatan kerja menekankan rencana pencegahan kelelahan panas di tempat kerja.
5) Lindungi kelompok rentan
Prioritaskan pemeriksaan berkala pada bayi, balita, ibu hamil, lansia, serta penderita penyakit kronis. Sediakan air minum, kipas, dan ruang sejuk di rumah. Pastikan tetangga atau keluarga yang tinggal sendiri mendapat pantauan.
6) Hemat air mulai dari kebiasaan kecil
Tutup keran saat menyikat gigi/mencuci piring, perbaiki kebocoran, pasang aerator atau shower hemat air, gunakan ember alih-alih selang untuk mencuci kendaraan, dan manfaatkan air bekas cucian beras/AC untuk menyiram halaman.
Baca juga, Adopsi Anak dalam Islam: Menjaga Batas Syariat di Tengah Kasih Sayang
7) Kelola persediaan air rumah tangga
Jika layanan PDAM menerapkan giliran aliran, simpan air secukupnya dalam wadah tertutup dan bersih. Bersihkan tandon secara berkala untuk mencegah lumut dan kontaminasi. Cek meteran dan catat pemakaian agar kebocoran cepat terdeteksi.
8) Manfaatkan air hujan dan infrastruktur sederhana
Di tingkat komunitas, embung, sumur resapan, dan penampungan air hujan terbukti membantu ketahanan air saat kemarau. Pendekatan proaktif pengelolaan kekeringan yang ditekankan FAO menunjukkan manfaat ekonomi jangka panjang dibanding penanganan darurat belaka.
9) Jaga kebersihan dengan strategi hemat air
Gunakan sabun cair yang mudah dibilas, cuci tangan dengan teknik efisien, dan atur frekuensi mencuci pakaian. Untuk halaman/tanaman, gunakan mulsa agar tanah tidak cepat menguap, siram pada pagi atau sore. Ini sejalan dengan anjuran hemat air dari berbagai BPBD.
10) Ikuti informasi resmi cuaca dan peringatan
Pantau prakiraan mingguan BMKG agar bisa merencanakan aktivitas, menghindari jam terpanas, dan mengantisipasi potensi kebakaran hutan/lahan. Informasi ini membantu rumah tangga dan pemangku kepentingan lokal mengambil keputusan cepat dan tepat.
11) Siapkan rencana darurat keluarga
Sediakan persediaan air minum dan P3K, simpan daftar kontak penting (BPBD, Puskesmas), serta peta titik air umum. BNPB menegaskan pentingnya penetapan status siaga daerah untuk mempercepat bantuan dan meminimalkan dampak kekeringan.
12) Edukasi lingkungan sekitar
Tempelkan poster hemat air di fasilitas umum, libatkan RT/RW untuk pendataan sumber air, dan dorong program “sumur resapan/embung kampung” sebagai gerakan bersama. Regulasi teknis dan panduan hemat air di fasilitas publik juga tersedia untuk dijadikan acuan.
Ikhtisar
Musim kemarau bukan hanya soal menahan haus dan panas; ini tentang manajemen risiko yang terukur. Dengan disiplin hidrasi, pengaturan aktivitas, dan efisiensi air di tingkat rumah hingga komunitas, dampak kemarau bisa ditekan. Kuncinya: informasi yang benar, kebiasaan yang konsisten, dan kerja sama antarwarga. Seperti ditegaskan lembaga-lembaga kesehatan dan kebencanaan, adaptasi yang bijak selalu lebih murah dan lebih aman ketimbang penanganan terlambat.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha